Sabtu, 12 April 2008

sekilas tentang PLASMA


Ekstrakurikuler PLASMA (petualang dan pecinta alam sma 4 depok) merupakan salah satu dari beberapa ekstrakurikuler yang ada di SMA 4 DEPOK. PLASMA merupakan wadah bagi siswa yang mempunyai minat dan bakat dalam kegiatan alam terbuka. PLASMA yang sudah berdiri sejak tahun 90an awalnya bernam SACPALA (satu cimanggis pecinta alam) namun seiring dengan otonomi daerah berganti nama menjadi PLASMA yang disertai pula oleh penggantian nama SMA 1 Cimanggis menjadi SMA 4 DEPOK.

Dalam perjalananya ekstrakurikuler PLASMA selalu menghadapi banyak hambatan yang dikarenakan oleh beberap factor dan salah satunya berasal dari pihak sekolah yang selalu selisih pendapat dengan para pengurus ekskul PLASMA. Namun dengan semangat kebenaran dan tanggung jawab PLASMA mampu eksis di kegiatan alam terbuka dan mampu pula menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh sekolah dengan prestasi belajar di sekolah. Hasil pengamatan saudara SHANDI IRAWAN yang merupakan alumni SMA 4 DEPOK pada tahun 2004 dan menjadi anggota ekskul PLASMA pada thun 2001. hasilnya sungguh menggembirakan diamana 70% alumni yang mengikuti ekskul PLASMA mampu melanjutkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Untuk perguruan tinggi negeri ialah UI,UIN Jakarta, UNJ, UNILA, dan perguruan tinggi swasta seperti GUNADARMA, IISIP, UNAS, UNINDRA, UNIKOM, AKPER DEPKES, UP, UNAS,dll. Dan yang menjadi anggota TNI dan POLRI berjumlah 3 orang, dan bagi mereka bahwa pengalaman yang mereka dapatkan di PLASMA sangat membantu ketika mereka mengikuti pendidikan TNI maupun POLRI. Kemudian sisanya bekerja sebagai karyawan swasta dan mebuka usaha.

Oleh karena itu dalam mengembangakan ekstrakurikuler PLASMA sangat diharapakan sekali dukungan dari berbagai pihak, terutama dari pihak sekolah yang diharapkan dapat memfasilitasi segala bentuk kegiatan yang diadakan oleh PLASMA dan dapat mendukung sepenuhnya baik secara moril maupun materill. Kemudian dukungan dari orang tua para siswa juga saangat diharapkan untuk mendukung anaknya dalam mengembangkan mionat dan bakat. Dan juga tak lupa para alumni PLASMA yang mungkin kurang mengikuti perkembangan akan PLASMA dan juga sangat diharapkan dukunganya baik moril maupun materil.

(shandi irawan/PL.V.45.2509.01)

diklatsar PLASMA (pecinta alam sma 4 depok)


Pendidikan dasar pecinta alam (diksar PA) merupakan sebuah tahapan yang selalu diikuti oleh para calon anggota organisasi pecinta alam. Seperti yang dilakukan oleh ekstrakurikuler pecinta alam SMA 4 DEPOK atau yang biasa disebut PLASMA. Sebelum mengikuti diksar plasma para calon anggota harus mengikuti beberapa tahapan yaitu, test fisik dan wawancara. Setelah lolos seleksi fisik dan wawancara para calon anggota PLASMA SMA 4 DEPOK akan mengikuti yang biasa disebut dengan DIKLATSAR PLASMA (pendidikan dan latihan dasar pecinta alam SMA 4 DEPOK). Diklatsar plasma sendiri mempunyai dua tahap yaitu materi kelas dan aplikasi lapangan yang dilaksanakan dalam satu waktu (1 minggu).
Materi kelas adalah pemberian materi-materi yang berkaitan dengan keterampilan alam bebas seperti survival, navigasi darat, rock climbing, pertolongan pertama, olah raga arus deras, dll.dan materi kelas ini biasanya dilaksanakan selama 3 hari yang berlokasi di sekolah. Kemudian dilanjutkan dengan aplikasi lapangan yaitu pengaplikasian dari materi-materi yang telah diberikan pada saat materi kelas di sekolah. Dalam melaksanakan aplikasi lapangan para siswa (peserta diklatsar plasma) akan dihadapkan langsung dengan alam terbuka.
Selain memberikan ilmu kepencintaalaman dalam diklatsar plasma juga ditanamkan nilai-nilai keorganisasian, semangat kebersamaan, kepemimpinan, tanggung jawab serta jiwa social. Sebuah konsep yang dikemas secara menarik sehingga membuat para siswa tertantang untuk melakukan hal-hal yang baru dan bertujuan untuk menyalurkan minat dan bakat siswa dalam kegiatan alam terbuka, yang menjadi salah satu daya tarik para siswa SMA 4 DEPOk untuk masuk kedalam ekstrakurikuler PLASMA.
(shandi irawan/PL.V.45.2509.01)

Selasa, 08 April 2008

PLASMA SMA 4 DEPOK

Tempat kumpulnya siswa sma 4 depok yang menyukai kegiatan alam terbuka.mau tau lebih lanjut...log on ja ke www.plasmaempat.cc.co

Kamis, 24 Januari 2008

memaknai tahun baru islam

Penggantian tahun baru masehi selalu dirayakan dengan meriah. Saat pergantian tahun 2008, perbagai acara dilaksanakan. Seperti halnya ’’Pesta Rakyat’’ yang diselenggarakan di dataran Engku Putri.
Berbagai artis ditampilkan untuk menghibur masyarakat saat pergantian tahun tersebut. Diantaranya adalah Maya KDI Bahkan dana yang dihabiskan juga bukan sedikit. Sekitar Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta) habis hanya untuk kembang api.
Selain itu, perbagai acara di dalam hotel pun dilaksanakan diantaranya, party yang bertajuk Night in Heaven di Tampico Pub dan pesta kembang api di Roof Top Garden, taman yang berada di atap Novotel
Demikian juga dengan prilaku masyarakat yang mayoritas adalah umat Islam. Mereka tidak sayang menghabiskan malam pergantian tahun dengan membeli tiket pertunjukan dan hiburan.
Seperti halnya di Jakarta, tiket acara malam pergantian tahun antara Rp4,5 juta sampai Rp9,5 juta untuk menghabiskan malam tahun baru bersama tiga diva (Titi DJ, Ruth Sahanaya (Uthe) dan Krisdayanti (KD)) pun habis terjual. Bahkan, uang yang dihabiskan pun mencapai Rp1 Miliar untuk acara tersebut.
Demikian juga pertunjukan-pertunjukan lainnya diantaranya pertunjukan artis yang dibawah manajemen Republik Cinta diantaranya Dewa 19, Andra and The Backbone, The Rock, Dewi-Dewi dan Mulan pun menyentuh angka Rp 1 miliar.
Padahal di satu sisi, masyarakat kita dalam kondisi yang sulit. Bencana banjir terjadi di daerah Jawa dan Sumatera.
Lantas apa makna dari fenomena ini? Kesetiakawanan sosial masyarakat kita rendah.
Makna Tahun Baru
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Barangsiapa yang menyerupai satu satu kaum, maka ia telah menjadi golongan mereka”. HR Ahmad, Abu Daud dan at Tabrani.
Dari haits di atas telah jelas bahwa umat Islam tidak boleh berprilaku sama atau menyerupai dengan kaum lain seperti halnya merayakan tahun baru masehi.
Islam memiliki penanggalan sendiri. Dalam sejarahnya, ketika Umar bin khothob menjabat Kepala Negara mencapai tahun ke 5 beliau mendapat surat dari Sahabat Musa Al As’ari Gubernur
Kuffah, adapun isi suratnya adalah sebagai berikut :
“KATABA MUSA AL AS’ARI ILA UMAR IBNUL KHOTHOB. INNAHU TAKTIINA MINKA KUTUBUN LAISA LAHA TAARIIKH.”
Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.
Kemudian Kholifah Umar bin Khothob mengumpulkan para tokoh-tokoh dan sahabat-sahabat yang ada di Madinah.
Umar bin Khothob untuk mengadakan musyawarah.”Didalam musyawarah itu membicarakan rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam. Dan didalam musyawarah muncul bermacam-macam perbedaan pendapat. Diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
Ada yang berpendapat sebaiknya tarikh Islam dimulai ari tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rosululloh. Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Rosululloh di Isro Mi’roj kan .
Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Ali Berpendapat, sebaiknya kalender Islam dimulai dari tahun Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah atau pisahnya negeri syirik ke negeri mukmin. Pada waktu itu Mekkah dinamakan Negeri Syirik, bumi syirik.
Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khothob sepakat memilih awal yang dijadikan kalender Islam adalah dimulai dari tahun Hijriyah nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah.
Dengan mengetahui sejarah di atas, maka selaku umat Islam seharusnya kita dapat berbuat dan bertindak dengan cermat untuk memaknai pergantian tahun. Terutama tahun baru Islam.

Senin, 05 November 2007

perbedaan evaluator internal dengan evaluator eksternal

Untuk dapat menjadi evaluator, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1.
Mampu melaksanakan, persyaratan pertama yang harus dipenuhi oleh evaluator adalah bahwa mereka harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan evaluasi yang didukung oleh teori dan keterampilan praktik.
2.
Cermat, dapat melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian program yang akan dievaluasi.
3.
Objektif, tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat mengambil kesimpulan sebagaimana diatur oleh ketentuan yang harus diikuti.
4.
Sabar dan tekun, agar di dalam melaksanakan tugas dimulai dari membuat rancangan kegiatan dalam bentuk menyusun proposal, menyusun instrumen, mengumpulkan data dan menyusun laporan, tidak gegabah dan tergesa-gesa.
5.
Hati-hati dan bertanggung jawab, yaitu melakukan pekerjaan evaluasi dengan penuh pertimbangan, namun apabila masih ada kekeliruan yang diperbuat, berani menanggung resiko atas segala kesalahannya.

Menentukan asal evaluator harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan dengan program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut evaluator dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu Evaluator Eksternal dan Evaluator Internal.

*
Evaluator Internal (Evaluasi Dalam), yang dimaksud dengan Evaluator Dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari petugas atau anggota pelaksana program yang evaluasi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari evaluator dalam yaitu:

Kelebihan

1.
Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidaka perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat pada sasran.
2.
Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak perlu banyak mengeluarkan dana untuk membayar petugas evaluasi.

Kekurangan :

1.
Adanya unsur subyektivitas darievaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluai dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhwatirkan akan bertindak subjektif.
2.
Karena sudah memahami seluk-beluk program, jika evaluator yang ditunjuk kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang cermat.

*
Evaluator Eksternal ( Evaluator Luar ), yang di maksud dengan evaluator luar adalah orang-orang yang tidak terkait dengan kebijakan dan implementasi program. Mereka berada diluar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang sudah diputuskan. Melihat bahwa status mereka berada di luar program dan dapat bertindak bebas sesuai dengan keinginan mereka sendiri maka tim evaluator luar ini biasa dikenal dengan nama tim bebas atau independent team.

Kelebihan :

1.
Oleh karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program maka evaluator eksternal dapat bertindak secara objektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan. Apapun hasil evaluasi, tidak akan ada respons emosional dan evaluator karena tidak ada keinginan untuk melibatkan bahwa program tersebut berhasil. kesimpulan yang dibuat akan lebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan.
2.
Seorang ahli yang dibayar, biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya. Dengan begitu, evaluator akan bekerja secara serius dan hati-hati.

Kekurangan :

1.
Evaluator luar adalah orang baru, yang sebelumnya tidak mengenal kebijakan tentang program yang akan dievaluasi. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk mengevaluasi. Mungkin sekali pada waktu mendapat penjelasan atau mempelajari isi kebijakan, ada hal-hal yang kurang jelas. hal itu wajar karena evaluator tidak ikut dalam proses kegiatannya. dampak dari ketidakjelasan pemahaman tersebut memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.
2.
Pemborosan, pengambil keputusan harus mengeluarkan dana yang cukup banyak untuk membayar evaluator bebas.

Adapun perbedaan yang menonjol antara Evaluator Eksternal dan Evaluator Internal adalah adanya satu langkah penting sebelum mereka mulai melaksanakan tugas. oleh karena evaluator luar adalah pihak asing yang tidak tahu-menahu dan tidak berkepentingan dengan program, yang diasumsikan belum memahami seluk-beluk program maka terlebih dahulu tim tersebut perlu mempelajari program yang akan dievaluasi.

Hal-hal yang harus dipelajari oleh seorang evaluator meliputi tujuan program, komponen program, siapa pelaksananya dan pihak-pihak mana yang terlibat, kegiatan apa saja yang sudah terlaksana dan gambaran singkat tentang sejauh mana tujuan program sudah dicapai.

Senin, 22 Oktober 2007

resensi buku

KEBUTUHAN terhadap pendidikan yang baik hingga mampu meningkatkan kualitas bangsa, mengembangkan karakter, termasuk memberikan keunggulan dan kemampuan berkreasi, kian dirasakan urgensinya.

Otonomi bidang pendidikan memberikan kesempatan dan wewenang untuk melakukan berbagai inovasi dalam pengembangan maupun implementasi kurikulum, pembelajaran, bimbingan siswa, dan manajemen pendidikan. Inovasi yang tepat, dfektif, dan efisien membutuhkan kajian teoretis dan praktis melalui penelitian.

Penelitian memberikan deskripsi, eksplanasi, prediksi, inovasi, dan dasar teoretis bagi pengembangan pendidikan. Mahasiswa di seluruh jenjang harus memiliki pengetahuan, kemampuan, dan komitmen tinggi dalam penelitian. Mereka tidak hanya untuk menyelesaikan studinya, tetapi juga dalam berkiprah di bidang pendidikan setelah menyandang gelar.

Buku berjudul Metode Penelitian Pendidikan yang ditulis Prof Dr Nana Syaodih Sukmadinata memberikan dasar-dasar teori maupun praktik untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan merancang, melaksanakan, selain melaporkan hasil penelitian di bidang pendidikan, kurikulum, serta pembelajaran.

Buku setebal 326 halaman itu terdiri atas 13 bab dengan menguraikan masalah penelitian dan terapannya yang dibahas secara tajam maupun

terinci. Bab 1, misalnya, membahas dasar maupun makna penelitian, karakteristik, dan langkah umum penelitian melalui beragam pendekatan.

Dalam Bab 2, diulas ruang lingkup penelitian pendidikan, mulai dari uraian soal pendidikan sebagai ilmu, interaksi pendidikan, landasan psikologis pendidikan, kurikulum, sampai latihan maupun bimbingan.

Dengan bahasa yang mudah dicerna, buku ini mengangkat pula berbagai metode penelitian dalam lingkup pendidikan. Seperti pada Bab 3 dan 4, isinya tentang konsep penelitian dilihat dari ragam, metode, fungsi, serta karakteristik survei.

Lalu, pembahasannya diarahkan ke item penelitian yang masing-masing dikupas lebih mendalam. Contohnya, penelitian kualitatif, evaluatif, tindakan, penelitian dan pengembangan, dan penelitian eksperimental. Semua dibicarakan di Bab 5 sampai Bab 9.

Sedangkan Bab 10, berbeda. Di sana, terfokus pada teknik pengumpulan data dan pengukurannya. Artinya, bagaimana teknik menghimpun untuk mengukur maupun mengumpulkan data, termasuk bentuk pengumpulan data yang dapat dibentuk dengan melakukan teknik ana1isis.

Setelah mengumpulkan data dan teknik data, perlu ditentukan populasi maupun sampel agar dihasilkan pendekatan kebenarannya. Hal tersebut diulas di Bab 11, yang memaparkan segala teknik dan cara menentukan sampel agar lebih tepat.

Kemudian di Bab 12, dikupas perumusan masalah, metodologi, dan desain penelitian. Titik beratnya pada cara mengidentifikasi maupun memilih masalah, termasuk merumuskan metodologi penelitian.

Pada bab terakhir, diangkat penyusunan proposal penelitian. Ada cara menyusun proposal yang baik dengan melihat tahap penyusunannya. Disinggung pula komponen-komponen utama dalam proposal yang berisi problem, kajian literatur, metodologi, dan penyusunan desain. •

Selasa, 02 Oktober 2007

sekilas tentang validitas

Di dalam ilmu filsafat,intuisi adalah daya dalam menghasilkan pengetahuan
yang tidak bisa diperoleh —apakah melalui kesimpulan ataupun observasi,
melalui penalaran maupun pengalaman. Dengan demikian, intuisi dipandang
sebagai suatu sumber pengetahuan yang orisinil dan independen, sejauh ia
terancang bagi kemanfaatan sejenis pengetahuan tertentu, yang tidak bisa
disediakan oleh sumber-sumber pengetahuan lainnya. Pengetahuan tentang
prinsip-prinsip kesujatian dan moralitas penting terkadang (hanya mungkin)
terpaparkan lewat pengembangan intuisi.

Memang, beberapa bentuk kebenaran —seperti, pernyataan-pernyataan logis
atau matematika— bisa disimpulkan, atau diturunkan secara logis dari
sumber-sumber lain. Akan tetapi, tidak semua pernyataan-pernyataan seperti
itu bisa diturunkan dengan cara yang sama, dimana akan masih ada saja
beberapa pernyataan-pernyataan yang tidak tersimpulkan (aksioma misalnya).
Lebih jauh lagi, karakter saling keterkaian dari sistem seperti itu,
kemampuan untuk menurunkan pernyataan-pernyataan itu dari aksioma-aksioma,
mensyaratkan aturan-aturan penyimpulan. Karena kebenaran dari
aksioma-aksioma dan validitas dari aturan dasar dari penyimpulan tidak
dengan sendirinya bisa ditetapkan dengan kesimpulan —selama kesimpulan
mensyaratkannya— ataupun melalui observasi —yang tidak pernah akan mampu
menetapkan kebenaran-kebenaran yang diperlukan— sementaramereka bisa
dipegang hanya sebagai objek-objek intuisi.

Aksioma-aksioma biasanya hanya merupakan kebenaran-kebenaran yang masih
dapat disangkal; dan sebagai konsekwensinya, pembuktian sendiri merupakan
ciri penting dari intuisi. Untuk “melihat” bahwa pernyataan seseorang dapat
diikuti oleh yang lainnya, atau bahwa suatu kesimpulan tertentu valid
adanya, mungkin seseorang bisa menyelengarakan sejenis “induksi intuitif”
dari validitas semua kesimpulan-kesimpulan sejenis. Kebenaran-kebenaran
nonformal penting lainnya —seperti: “tak ada yang bisa seluruhnya merah dan
hijauh secara bersamaan”— juga dikatakan sebagai induksi-induksi intuitif;
dimana seseorang dapat melihat suatu hubungan universal dan perlu, melalui
contoh khusus seperti itu.

Para filsof moral —sejak Joseph Butler sampai G.E. Moore— berpendirian
bahwa tuntunan-tuntunan moral mencatat sejenis pengetahuan khusus.
Kebenaran dari tindakan-tindakan diungkap lewat suatu derajat moral khusus,
yang tampak sebagai analog dengan daya observasi atau daya mengintuisikan
prinsip-prinsip logis. Teori ini —seperti juga yang memegang
prinsip-prinsip logis sebagai hasil dari intuisi— kasusnya mendasarkan diri
pada pembuktian sendiri dan mendasarkan diri pada karakter yang tak
diragukan lagi dari tuntunan-tuntunan moral seputar hal-hal yang terkait
dengannya.

Banyak argumentasi yangsama yang bisa diketengahkan terhadap kedua teori
tersebut tadi. Aksioma-aksioma logis dan moralitas tidak mengijinkan
penafsiran terhadap satu sumber pengetahuan khusus, sejauh, ia juga tidak
mencatat pengungkapan-pengungkapan; melainkan mencatat resolusi-resolusi
ataupun konvensi-konvensi, prilaku-prilaku yang diadopsi yang terarahkan
pada diskursus dan perbuatan, bukannya fakta-fakta tentang sifat-sifat
dunia ataupun manusia.